1. Berdasarkan Konvensi Jenewa
1958.
Ketentuan mengenai batasan dari Landas Kontinen jika
didasarkan pada Konvensi Jenewa 1958 sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1,
yaitu “dasar laut dan tanah di bawahnya yang bersambungan dengan pantai tetapi
diluar laut teritorial, sampai pada kedalaman 200 meter atau lebih, sepanjang
dalamnya air laut di atasnya masih memungkin kan untuk dapat mengekplorasi-nya
dan mengekploitasi sumber-sumber daya alamnya”.
Sedangkan ketentuan mengenai penetapan Garis Batas Landas Kontinen,
dapat dilihat dari rumusan Pasal 6 Konvensi Jenewa 1958 tersebut, yaitu :
a.
Dalam hal
landas kontinen bersambung ke wilayah dua atau lebih negara lain yang pantainya
saling berhadapan, batas dari landas kontinen ditentukan melalui suatu perjanjian
internasional.
b. Apabila perjanjian seperti itu tidak
ada maka garis batas biasanya adalah garis tengah
2. Berdasarkan Konvensi Hukum
Laut PBB 1982.
Ketentuan mengenai batasan dari Landas Kontinen jika
didasarkan pada Konvensi Hukum Laut PBB 1982 sebagaimana dirumuskan dalam Pasal
76, yaitu “Pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah dibawah
permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan
alamiah hingga daratannya hingga pinggiran luar kontinen, atau hingga suatu
jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorialnya
diukur”. Dan lebih lanjut ayat (2) nya menyebutkan bahwa “Landas Kontinen suatu
negara pantai tidak boleh melebihi dari batas-batas sebagaimana ditentukan
dalam ayat 4 hingga ayat 6”.
Sedangkan ketentuan mengenai penetapan Garis Batas Landas
Kontinen berdasarkan Konvensi ini adalah :
a.
Batas
Landas Kontinen dari Negara-negara yang pantainya saling berhadapan atau
bersambung, dilakukan dengan perjanjian atas dasar hukum internasional
sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional (Pasal 83
ayat (1)), yaitu :
1) Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang bersifat umum
maupun khusus, yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh
negara-negara yang bersengketa;
2) Keebiasaan-kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu
kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum
3) Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa
yang beradab;
4) Keputusan pengadilan dan
ajaran-ajaran sarjana-sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara
sebagai sumber tambahan bagi penetapan
kaedah-kaedah hukum
b. Apabila tidak dicapai persetujuan,
harus digunakan prosedur dalam Bab XV tentang Penyelesaian sengketa. (Pasal 83
ayat (2)).
3.Pengaturan
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dengan Negara-negara tetangga.
Sebagaimana yang telah dijabarkan pada pembahasan
sebelumnya, dapat diketahui bahwasanya setelah sepakatinya mengenai peraturan
hukum laut pada Konvensi Hukum Laut PBB 1982, sebagai bentuk tindak lanjutnya,
Negara Indonesia yang merupakan Negara yang merdeka dan berdaulat mengeluarkan
pengumuman terkait Landas Kontinen Indonesia kepada Negara-negara di dunia
sekitar Tahun 1969 yang dikukuhkan dengan dibuat dan disahkannya Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia, maka semenjak itulah
mulai diadakannya kesepakatan atau perjanjian-perjanjian terkait pengaturan
Garis Batas Landas Kontinen dengan Negara-negara yang berbatasan langsung
dengan Indonesia.
Diantara beberapa perjanjian yang pernah dilakukan Indonesia
dengan Negara tetangga untuk kejelasan pengaturan atau penetapan Garis batas
Landas Kontinen diantaranya adalah :
a.
Indonesia
– Malaysia
Untuk pertama kalinya Indonesia melakukan perjanjian batas
Landas Kontinen adalah dengan Malaysia. Kedua belah pihak bersepakat, pada
tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia
dan Malaysia, yang disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia
– Malaysia kedua negara masing-masing melakukan ratifikasi pada 7 November
1969.
Batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia ditarik dari
dekat Singapura dan berakhir di dekat Pulau Batu Mandi di Selat Malaka. Artinya
tidak ada batas perairan yang berupa batas laut wilayah antara Malaysia dan
Indonesia setelah Pulau Batu Mandi ke arah Barat Laut di Selat Malaka. Yang ada
hanyalah batas landas kontinen yang ditetapkan pada tahun 1969. Namun sampai
sekarang ini masih ada dari batas-batas Landas Kontinen Indonesia – Malaysia
yang masih belum jelas kepastiannya akibat klaim masing-masing Negara atas
wilayahnya.
Pada
bulan Februari 2005, hubungan Indonesia dan Malaysia mengalami ketegangan
karena sengketa kepemilikan atas blok Ambalat, yaitu blok dasar laut (Landas
Kontinen) seluas 15.235 km2 yang berlokasi di sebelah timur Pulau Borneo
(Kalimantan). Ambalat memiliki
keistimewaan yaitu memiliki kakayaan laut dan bawah laut, khususnya untuk
pertambangan minyak.
Sengketa
ini muncul pada saat perusahaan minyak Malaysia, Petronas, memberikan konsesi
eksplorasi minyak kepada perusahaan Shell pada tanggal 16 Februari 2005.
Sementara itu, Indonesia sudah memberikan konsesi untuk wilayah dasar laut yang
sama kepada Unocal pada tanggal 12 Desember 2004, Dengan kata lain, dalam
perspektif Indonesia, Malaysia telah mengklaim kawasan yang sebelumnya telah
dikelola oleh Indonesia. Adanya tumpang tindih pemberian konsesi inilah yang
menjadi pemicu ketegangan antara kedua Negara, khususnya hal ini menimbulkan reaksi
dari berbagai kalangan di Indonesia.
Pada
dasarnya Indonesia mengacu pada UNCLOS, sementara Malaysia bersikukuh pada peta
yang disiapkannya tahun 1979. Peta 1979 adalah peta sepihak Malaysia yang tidak
mendapat pengakuan dari negara tetangga dan dunia internasional. Meski
demikian, Pata 1979 tetap menjadi peta resmi yang berlaku di Malaysia
(setidaknya secara sepihak) bahkan hingga saat ini . Padahal Indonesia dan
Malaysia sama-sama telah meratifikasi/menjadi anggota UNCLOS. Indonesia bahkan
sudah menandatangani UNCLOS pada tahun 1985 melalui UU No. 17 Tahun 1985,
sedangkan Malaysia melakukan ratifikasi pada tanggal 14 Oktober 1996 (United
Nations, 2009). Ini berarti bahwa Indonesia dan Malaysia harus mengikuti
ketentuan UNCLOS dalam melakukan klaim atas kawasan laut seperti laut
teritorial, ZEE dan landas kontinen. Artinya, dalam menyatakan hak atas Ambalat
pun kedua negara harus mengacu pada UNCLOS.
Ancaman
perbatasan yang dilakukan Malaysia ini semakin diperparah saat Indonesia kalah
suara ketika International Court of
Justice (ICJ) menyatakan bahwa pulau Sipadan dan Ligitan termasuk kedalam
wilayah kedaulatan Malaysia. Diberikannya kedaulatan atas Sipadan dan Ligitan
kepada Malaysia oleh International Court
of Justice pada tahun 2002 melahirkan potensi berubahnya konfigurasi garis
pangkal Indonesia dan Malaysia di sekitar Laut Sulawesi. Ada kemungkinan bahwa
Malaysia akan menggunakan kedua pulau tersebut sebagai titik pangkal.
Konsekuensinya, wilayah laut yang bisa diklaim oleh Malaysia akan melebar ke
bagian selatan menuju Blok Ambalat. Hal inilah yang menjadi dasar pandangan
bahwa Sipadan dan Ligitan berpengaruh pada klaim Malaysia atas Ambalat dan
dapat membahayakan klaim Indonesia atas Ambalat. [1][9]
Pasal
83Penetapan garis batas landas kontinen antara Negara yangpantainya berhadapan
atau berdampingan
1. Penetapan
garis batas landas kontinen antara Negara yang pantainyaberhadapan atau
berdampingan harus dilakukan dengan persetujuan atas dasar hukum
internasional, sebagaimana tercantum dalamPasal
38StatutaMahkamah
Internasional untuk mencapai suatu penyelesaian yang adil.2. Apabila tidak
dapat dicapai persetujuan dalam jangka waktu yang pantas,Negara yang
bersangkutan harus menggunakan prosedur yang ditentukandalamBab
XV.3.
Sambil menunggu persetujuan sebagaimana ditentukan dalam ayat 1,Negara-negara
yang bersangkutan, dengan semangat saling pengertian dankerjasama, harus
membuat segala usaha untuk mengadakan pengaturansementara yang bersifat praktis
dan, selama masa peralihan ini, tidakmembahayakan atau mengganggu pencapaian
persetujuan yang tuntas.Pengaturan demikian tidak boleh merugikan penetapan
garis batas yang tuntas.4. Dalam hal ada suatu persetujuan yang berlaku antara
Negara-negara yangbersangkutan, masalah yang bertalian dengan penetapan garis
batas landas kontinen harus ditetapkan sesuai dengan ketentuan persetujuan itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar