Rabu, 14 Oktober 2015

hukum internasional berdasarkan konvensi Janewa dan UNCLOSE

1. Berdasarkan Konvensi Jenewa 1958.
Ketentuan mengenai batasan dari Landas Kontinen jika didasarkan pada Konvensi Jenewa 1958 sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1, yaitu “dasar laut dan tanah di bawahnya yang bersambungan dengan pantai tetapi diluar laut teritorial, sampai pada kedalaman 200 meter atau lebih, sepanjang dalamnya air laut di atasnya masih memungkin kan untuk dapat mengekplorasi-nya dan mengekploitasi sumber-sumber daya alamnya”.
Sedangkan ketentuan mengenai penetapan Garis Batas Landas Kontinen, dapat dilihat dari rumusan Pasal 6 Konvensi Jenewa 1958 tersebut, yaitu :
a.       Dalam hal landas kontinen bersambung ke wilayah dua atau lebih negara lain yang pantainya saling berhadapan, batas dari landas kontinen ditentukan melalui suatu perjanjian internasional.
b.      Apabila perjanjian seperti itu tidak ada maka garis batas biasanya adalah garis tengah
2. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB 1982.
Ketentuan mengenai batasan dari Landas Kontinen jika didasarkan pada Konvensi Hukum Laut PBB 1982 sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 76, yaitu “Pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah dibawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah hingga daratannya hingga pinggiran luar kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorialnya diukur”. Dan lebih lanjut ayat (2) nya menyebutkan bahwa “Landas Kontinen suatu negara pantai tidak boleh melebihi dari batas-batas sebagaimana ditentukan dalam ayat 4 hingga ayat 6”.
Sedangkan ketentuan mengenai penetapan Garis Batas Landas Kontinen berdasarkan Konvensi ini adalah :
a.       Batas Landas Kontinen dari Negara-negara yang pantainya saling berhadapan atau bersambung, dilakukan dengan perjanjian atas dasar hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional (Pasal 83 ayat (1)), yaitu :
1)      Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa;
2)      Keebiasaan-kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum
3)      Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab;
4)      Keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran sarjana-sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan bagi  penetapan kaedah-kaedah hukum
b.      Apabila tidak dicapai persetujuan, harus digunakan prosedur dalam Bab XV tentang Penyelesaian sengketa. (Pasal 83 ayat (2)).

3.Pengaturan Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dengan Negara-negara tetangga.
Sebagaimana yang telah dijabarkan pada pembahasan sebelumnya, dapat diketahui bahwasanya setelah sepakatinya mengenai peraturan hukum laut pada Konvensi Hukum Laut PBB 1982, sebagai bentuk tindak lanjutnya, Negara Indonesia yang merupakan Negara yang merdeka dan berdaulat mengeluarkan pengumuman terkait Landas Kontinen Indonesia kepada Negara-negara di dunia sekitar Tahun 1969 yang dikukuhkan dengan dibuat dan disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia, maka semenjak itulah mulai diadakannya kesepakatan atau perjanjian-perjanjian terkait pengaturan Garis Batas Landas Kontinen dengan Negara-negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia.
Diantara beberapa perjanjian yang pernah dilakukan Indonesia dengan Negara tetangga untuk kejelasan pengaturan atau penetapan Garis batas Landas Kontinen diantaranya adalah :
a.       Indonesia – Malaysia
Untuk pertama kalinya Indonesia melakukan perjanjian batas Landas Kontinen adalah dengan Malaysia. Kedua belah pihak bersepakat, pada tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia dan Malaysia, yang disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia – Malaysia kedua negara masing-masing melakukan ratifikasi pada 7 November 1969.
Batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia ditarik dari dekat Singapura dan berakhir di dekat Pulau Batu Mandi di Selat Malaka. Artinya tidak ada batas perairan yang berupa batas laut wilayah antara Malaysia dan Indonesia setelah Pulau Batu Mandi ke arah Barat Laut di Selat Malaka. Yang ada hanyalah batas landas kontinen yang ditetapkan pada tahun 1969. Namun sampai sekarang ini masih ada dari batas-batas Landas Kontinen Indonesia – Malaysia yang masih belum jelas kepastiannya akibat klaim masing-masing Negara atas wilayahnya.

Pada bulan Februari 2005, hubungan Indonesia dan Malaysia mengalami ketegangan karena sengketa kepemilikan atas blok Ambalat, yaitu blok dasar laut (Landas Kontinen) seluas 15.235 km2 yang berlokasi di sebelah timur Pulau Borneo (Kalimantan).  Ambalat memiliki keistimewaan yaitu memiliki kakayaan laut dan bawah laut, khususnya untuk pertambangan minyak.
Sengketa ini muncul pada saat perusahaan minyak Malaysia, Petronas, memberikan konsesi eksplorasi minyak kepada perusahaan Shell pada tanggal 16 Februari 2005. Sementara itu, Indonesia sudah memberikan konsesi untuk wilayah dasar laut yang sama kepada Unocal pada tanggal 12 Desember 2004, Dengan kata lain, dalam perspektif Indonesia, Malaysia telah mengklaim kawasan yang sebelumnya telah dikelola oleh Indonesia. Adanya tumpang tindih pemberian konsesi inilah yang menjadi pemicu ketegangan antara kedua Negara, khususnya hal ini menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan di Indonesia.
Pada dasarnya Indonesia mengacu pada UNCLOS, sementara Malaysia bersikukuh pada peta yang disiapkannya tahun 1979. Peta 1979 adalah peta sepihak Malaysia yang tidak mendapat pengakuan dari negara tetangga dan dunia internasional. Meski demikian, Pata 1979 tetap menjadi peta resmi yang berlaku di Malaysia (setidaknya secara sepihak) bahkan hingga saat ini . Padahal Indonesia dan Malaysia sama-sama telah meratifikasi/menjadi anggota UNCLOS. Indonesia bahkan sudah menandatangani UNCLOS pada tahun 1985 melalui UU No. 17 Tahun 1985, sedangkan Malaysia melakukan ratifikasi pada tanggal 14 Oktober 1996 (United Nations, 2009). Ini berarti bahwa Indonesia dan Malaysia harus mengikuti ketentuan UNCLOS dalam melakukan klaim atas kawasan laut seperti laut teritorial, ZEE dan landas kontinen. Artinya, dalam menyatakan hak atas Ambalat pun kedua negara harus mengacu pada UNCLOS.
Ancaman perbatasan yang dilakukan Malaysia ini semakin diperparah saat Indonesia kalah suara ketika International Court of Justice (ICJ) menyatakan bahwa pulau Sipadan dan Ligitan termasuk kedalam wilayah kedaulatan Malaysia. Diberikannya kedaulatan atas Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia oleh International Court of Justice pada tahun 2002 melahirkan potensi berubahnya konfigurasi garis pangkal Indonesia dan Malaysia di sekitar Laut Sulawesi. Ada kemungkinan bahwa Malaysia akan menggunakan kedua pulau tersebut sebagai titik pangkal. Konsekuensinya, wilayah laut yang bisa diklaim oleh Malaysia akan melebar ke bagian selatan menuju Blok Ambalat. Hal inilah yang menjadi dasar pandangan bahwa Sipadan dan Ligitan berpengaruh pada klaim Malaysia atas Ambalat dan dapat membahayakan klaim Indonesia atas Ambalat. [1][9]


 
Pasal 83Penetapan garis batas landas kontinen antara Negara yangpantainya berhadapan atau berdampingan
1. Penetapan garis batas landas kontinen antara Negara yang pantainyaberhadapan atau berdampingan harus dilakukan dengan persetujuan atas dasar hukum internasional, sebagaimana tercantum dalamPasal 38StatutaMahkamah Internasional untuk mencapai suatu penyelesaian yang adil.2. Apabila tidak dapat dicapai persetujuan dalam jangka waktu yang pantas,Negara yang bersangkutan harus menggunakan prosedur yang ditentukandalamBab XV.3. Sambil menunggu persetujuan sebagaimana ditentukan dalam ayat 1,Negara-negara yang bersangkutan, dengan semangat saling pengertian dankerjasama, harus membuat segala usaha untuk mengadakan pengaturansementara yang bersifat praktis dan, selama masa peralihan ini, tidakmembahayakan atau mengganggu pencapaian persetujuan yang tuntas.Pengaturan demikian tidak boleh merugikan penetapan garis batas yang tuntas.4. Dalam hal ada suatu persetujuan yang berlaku antara Negara-negara yangbersangkutan, masalah yang bertalian dengan penetapan garis batas landas kontinen harus ditetapkan sesuai dengan ketentuan persetujuan itu





Tidak ada komentar:

Posting Komentar